Dalam Tadzkiratul Auliya, diceritakan bahwa Uwais al-Qarni merupakan sosok yang memiliki rasa cinta yang tinggi kepada Allah Swt., Rasulullah Saw., dan orang tuanya. Hari-harinya diisi dengan mematuhi segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Pada siang hari, Ia mengembala kambing. Ketika malam, Uwais al-Qarni lebih suka bermesraan dengan Sang Kekasih, Allah Swt. Begitulah kegiatan Uwais setiap hari.
Penghasilan dari mengembalanya hanya cukup untuk kebutuhan hidup dirinya beserta sang ibu. Ayah Uwais al-Qarni sudah meninggal ketika ia masih kanak-kanak. Sesekali, ketika ada rezeki lebih, tak lupa Uwais al-Qarni berderma kepada keluarga yang lebih miskin daripada dirinya.
Kecintaan Uwais al-Qarni tak hanya melalui mulut yang selalu berdzikir dan beristighfar, ia pun berusaha betul menjaga jarak dengan berbagai godaan duniawi. Uwais al-Qarni menanam cinta kepada Allah Swt., Rasulullah Saw., dan ibunya mulai lemah. Bukti kecintaan Uwais kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya ialah mengabdi sepenuhnya kepada orang tua dan menjalankan perintah-perintah-Nya.
Dengan mencintai Rasulullah Saw. sebagai Nabi pamungkas, jiwa dan raga Uwais al-Qarni pun memenuhi pengabdian kepada Allah Swt. sebagai sumber cinta dan kehidupan. Kecintaan Uwais al-Qarni begitu besar kepada Rasulullah Saw. hingga ia rela memukul salah satu giginya hingga lepas saat ia mengetahui berita bahwa gigi Rasulullah Saw. lepas saat menghadapi musuh di perang Uhud. Beberapa riwayat mengatakan hambpir semua gigi Uwais al-Qarni lepas karena tidak begitu yakin gigi Rasulullah Saw. manakah yang copot.
Begitu tersohornya Uwais al-Qarni sehingga Sahabat terdekat Nabi Muhammad Saw. penasaran dengannya. Pernah suatu ketika, salah seorang Sahabat bertanya kepada Rasulullah Saw. perihal apakah Uwais dari Qarn pernah mengunjungi Beliau. Rasulullah Saw. menjawab:
"Tidak, ia tidak pernah melihat aku secara fisik. Namun, secara ruhani, ia selalu bertemu denganku."
Begitu luas dimensi cinta antara para kekasih Allah Swt. itu. Meskipun tak pernah bertemu secara fisik, tetapi jiwa mereka selalu terhubung. Ikatan antarkekasih itu bahkan lebih dari sekadar pertemuan fisik. Hal itu pun kemudian menjadi landasan pokok terciptanya cinta hakiki. Tasawuf cinta yang telah mengalahkan segala ego dan ruang-ruang hawa nafsu.
Dimensi tasawuf seorang Uwais al-Qarni ialah dimensi cinta. Cintanya menjadi bagian dari ihsan yang terus dipupuk dalam sanubarinya. Begitu indah lelaku seorang Uwais al-Qarni. Ia tidak sempat memikirkan dirinya sendiri. Dalam hatinya hanya ada Allah Swt., Rasulullah Saw., dan orang tuanya.
Kecintaan tersebut semakin hari semakin tertanam dalam diri Uwais al-Qarni. Layaknya pohon beringin yang mengakar kuar ke bawah dan memberi kesejukan setiap orang yang bernaung di bawahnya. Kesejukan seorang Uwais al-Qarni pernah dirasakan kedua Sahabat Rasulullah Saw., yaitu Umar bin Khattab Ra. dan Ali bin Abi Thalib Ra.
- Referensi : Surat Cinta Para Sufi